Dulu saya gak mengenal apa itu baby blues syndrome (BBS). Sepertinya karena saat itu saya kurang update dengan informasi sekitar. Maklum selama hamil pertama saya jarang banget buka laptop. Padahal sumber informasi saya ya dari laptop. Setelah Aisyah kurang lebih setahun barulah saya menyadari kalau BBS yang saya alami hampir berubah menjadi Postpartum Depression (PPD). Saya baru tahu kenapa saya mendadak sering sensi sama mertua kalau mertua bicara hal yang gak saya suka. Masalah sepele seperti Aisyah dikomentari kurus bisa bikin saya meledak. Pokoknya saya sebel kalau ada orang ngomong nyebelin apalagi berulang-ulang. Gak hanya dengan mertua, dengan ibu saya sendiri pun begitu. Rasanya kesel kalau dikomentari atau dihakimi yang enggak-enggak. Pengen saya jawab tapi takut keluar kata buruk. Diem aja pun juga salah, karena raut wajah saya menunjukan saya gak suka.
Parahnya gak semua orang tahu apa itu BBS atau PPD. Bahkan orang tua jaman dulu yang sudah pengalaman punya anak sekali pun gak mengerti BBS atau PPD. Jadi ketika anaknya mengalami BBS atau PPD mereka hanya tahu kalau anaknya ini nyebelin banget. Memang idelanya kalau sudah berumah tangga lebih enak tinggal sendiri gak numpang sama orang tua. Jadi gak perlu lelah denger kata-kata yang kadang menurut mereka sepele tapi dihati kita rasanya nyebelin banget.
Mungkin kedengarannya egois karena saya minta dimengerti. Tapi jujur aja mengontrol emosi itu memang sulit banget apalagi pasca melahirkan yang sangat melelahkan. Atau saat saya sedang hamil tua gini, badan udah gak enak semua, sedangkan lingkungan gak mendukung. Apalagi dasarnya saya bukan orang sabar. Hanya saja sekarang bedanya saya kalau gak suka sesuatu lebih suka diam. Tapi wajah saya terlalu kentara kalau saya gak suka. Saya lebih suka diam karena diam buat saya lebih baik. Sayangnya justru orang di sekitar yang sepertinya gak sabar melihat saya tingkah laku saya.
Seenggaknya dari pengalaman saya ini membuat saya sadar. Saya gak ingin hal serupa terjadi pada anak saya kelak. Saya juga punya anak perempuan, dia juga akan seperti saya, mengandung dan melahirkan kelak. Saya gak ingin dia jadi seperti saya. Saya ingin memutus siklus yang pernah terjadi pada saya, cukup sampai pada diri saya saja. Cukuplah saya saja yang mengalami hal seperti ini.
Saya gak ingin anak saya jadi pribadi yang labil seperti saya. Seenggaknya sejak dini anak saya sudah mengenal Al-Quran yang sungguh ini adalah obat yang paling manjur untuk "sakit hati". Seeenggaknya pengalaman ini membuat saya berpengalaman untuk membentuk pribadi anak saya agar gak seperti ibunya ini.
Sepertinya post ini ngelantur yah, dari BBS malah jadi curhat gak jelas. Punya kepribadian buruk dan belum bisa merubahnya memang gak enak. Selalu saja diungkit gak pernah berubah. Meski ada perubahan gak pernah ditengok gak pernah diapresiasi. Saya gak pernah menyesal punya orang tua seperti apa pun. Menyesal hanya akan membuat saya kufur nikmat.
Read more>>